Dito baru pulang sekolah. Peluhnya mengucur deras. Maklumlah dia harus
menempuh jarak yang lumayan jauh, itupun harus berjalan kaki. Sepatunya yang
mulai menipis dan jahitannya yang terbuka di sana sini, menjadi saksi perjuangan
Dito untuk pulang pergi ke sekolah tiap harinya.
Dito adalah anak yatim, ayahnya meninggal saat ia berusia 2 tahun. Ia
hanya tinggal dengan ibunya yang bekerja serabutan. Kadang Dito merasa sangat
lelah dan putus asa. Adakalanya ia ingin berhenti saja sekolah. Dia ingin
membantu ibu saja. Selain lelah dengan keadaannya Dito merasa mulai malu saat
teman-teman memperhatikan dirinya. Ia merasa tak sepadan dengan mereka semua.
Keinginan tuk berhenti sekolah pernah ia utarakan pada ibunya, namun dengan tegas
ibunya menolak.
"Anakku, engkau harusnya bersyukur masih bisa sekolah walau keadaan kita
seperti ini, punya badan yang sehat, engkau juga anak yang pintar, kenapa harus
malu dan putus asa?" Ujar Ibu meyakinkannya. Dito hanya terdiam. Dia tau
kata kata ibunya benar, namun hatinya belum bisa menerima sepenuhnya.
Ibu lihat keraguan di mata Dito. "Baiklah nak ibu akan ijinkan kau
berhenti sekolah tapi setelah tugas yang ibu berikan padamu engkau
selesaikan..." ucap ibu sambil menatap Dito dalam dalam. "Tugas apa
bu?" Tanya Dito penuh rasa ingin tahu.
"selama 2 minggu ini, jika kau lihat laba-laba membuat sarang di rumah
kita, hancurkan jarring-jaring itu tanpa kau lukai laba-labanya" ujar ibu
kemudian. " Hanya itukah Bu? Tanya dito kemastikan. "Ya..."
jawab Ibu sambil tersenyum.
Sejak saat itu, bila pulang sekolah Dito akan mencari sarang laba-laba
di sekitar rumah. Sesuai pesan ibu, dito hanya merusak jalanya tapi tak melukai
laba-labanya. Tiap hari ada saja sarang laba-laba yang Dito hancurkan. Selang
dua minggu ibu Dito bertanya, "apakah kau selalu merusak dan membuang
sarang laba laba di rumah kita?" "Iya bu..." jawab Dito.
"Apakah kau tetap ingin berhenti sekolah" tanya Ibu lagi.
"maksud ibu....? Tanya Dito menggantung. "nak setelah kau bersihkan
dan kau hancurkan jala-jala sarang laba-laba itu setiap hari, apakah dia berhenti
membuat sarang?" tanya ibu kemudian. "Tidak bu..." jawab Dito.
"Harusnya kita bisa belajar dari laba laba. Dia memintal sarangnya
satu-satu dengan sabar, hingga terbentuklah sarang yang nyaman baginya. Namun
bila ada yang merusak sarang itu, dia akan membuatnya lagi dan lagi, terkecuali
dia mati. Laba-laba tak pernah berhenti berusaha, walau gagal dan gagal lagi.
Dia hanya akan berhenti membuat sarangnya saat dia mati. Apakah kau lebih lemah
dari laba laba nak? Hingga sedikit saja ketidaknyamanan menimpamu kau merasa
putus asa dab berhenti berusaha" jelas Ibu pada Dito sepenuh hati.
"Ya bu kini aku mengerti" jawab dito dengan mata penuh binar
semangat. Dito meyakinkan dirinya untuk tak menyerah bagai laba-laba itu. Walau
gagal berulang kali, walau letih dan sakit tak terperi.
No comments:
Post a Comment