Saturday, 7 November 2015

Kupu-kupu, Si Ulat Cantik



Cici ulat hijau yang masih belia. Setiap hari ia bejalan berlahan di antara dahan, lalu duduk dengan nyaman saat menemukan daun muda yang begitu nikmat untuk disantap. Hari-hari ia lalui dengan kegiatan yang sama, hingga kebosanan mulai menghinggapi. "Andai aku bisa seperti kuda yang dapat berlari cepat, atau seperti kelinci yang lincah. Semua hewan di hutan ini memiliki kekuatan, tak seperti aku yang lamban dan lemah" keluhnya dalam hati.

Semakin ia pikirkan keadaannya, semakin hatinya sedih. Lama termenung, lamunannya dibuyarkan oleh kedatangan binatang yang sangat cantik. Binatang cantik itu terbang mengitarinya dengan gerakan gemulai. "Wah cantiknya..." ujar Cici terperanjat kagum. "Hai Cici..." sapa binatang itu dengan nada riang. Cici makin penasaran, siapakah binatang cantik itu, darimana dia tahu bahwa namanya adalah cici?

"Bagaimana kau tahu namaku?" tanya cici penuh rasa ingin tahu. "Apakah kau peri hutan?" Tanya cici lagi. "hahahaha... cici  cici, mana mungkin aku adalah peri hutan. Aku Mia sahabatmu..." sahut binatang cantik itu dengan sangat riang. "Mia? Sahabatku?" tanya cici penuh rasa tak percaya. "Ya, Mia yg selalu menemanimu selama ni..." sahut binatang itu meyakinkan.

"Tapi.... bagaimana kau bisa berubah menjadi begitu cantik dengan warna-warna yang indah Mia? Bukankah dulu kau ulat sepertiku?" Tanya cici penuh rasa ingin tau. "Cici... kita harus bersyukur.betapa Tuhan begitu mencintai kita, binatang-binatang lain tak ada yang bisa berubah menjadi cantik seperti kita, hanya bangsa ulatlah yang dikaruniai Tuhan kemampuan tuk bisa berubah menjadi kupu-kupu. Kita hanya perlu bersabar menahan diri dalam kepompong selama beberapa waktu, maka tubuh kita akan berubsh sangat cantik. Ya seperti aku ini... binatang lain tak bisa melakukannya, walaupun mengurung diri bertahun tahun lamanya. Karena itu kita harus bersyukur dicipta Tuhan sebagai ulat" jelas Mia panjang lebar.

Cici tertunduk. Ia teringat akan penyesalannya tadi karena dia tercipta sebagai ulat. Dia menyesal mengapa telah berburuk sangka pada Tuhan dan menganggapNya tak adil. "Maafkan aku Tuhan, aku menyesal... sungguh aku bersyukur Kau ciptakan sebagai ulat" penuh khidmad cici bergumam. Ditatapnya Mia dengan pandangan mata penuh binary. Rasa bahagia yang tiada tara. Kini cici menyadari bahwa semua dicipta Tuhan dengan kebaikan yang berbeda-beda. Kita hanya harus bersyukur agar merasa bahagia.

No comments:

Post a Comment