Friday 13 November 2015

Khianat



Alkisah di sebuah desa ada seorang penggembala biri-biri. Ia tidak menggembala biri-biri miliknya. Dia hanya mengambil upah dari tugasnya menggembalakan biri-biri milik warga desa. Sebenarnya dia adalah penggembala yang baik. Dia berangkat pagi hari dari rumahnya menuju rumah si pemilik biri biri. Dari rumah tuannya itu sang gembala akan menggiring biri biri menuju padang rumput di seberang bukit.

Sesampainya di padang rumput dia akan membiarkan biri biri makan dengan lahap sambil terus mengawasi mereka. Setelah sore, penggembala itu mengumpulkan semua biri-biri dan menghitungnya. Setelah semua lengkap lalu sang penggembala akan menggiring semua biri-birinya sampai ke rumah pemiliknya. Sesampainya di rumah tuannya barulah ia mendapat upah.

Hatinya merasa bahagia walau uang yang dia dapat tidaklah seberapa. Begitulah sang penggembala menjalani hari-harinya. Namun pada suatu hari, sang penggembala bertemu dengan beberapa orang musafir. Mereka menawar salah satu biri-biri yg ia gembalakan dengan harga tinggi. Ia mengatakan pada mereka bahwa biri-biri itu bukan miliknya, dia hanya mendapat upah saja dari pemilik biri-biri yang sebenarnya. Jadi tak mungkin baginya menjual biri-biri yang bukan miliknya.

Akan tetapi para musafir terus membujukknya. "Kau bisa mengatakan pada tuanmu bahwa salah satu biri-biri ini dimakan binatang buas, uang yang kau dapat bisa kau gunakan untuk keluargamu" bujuk sang musafir. Hati penggembala mulai goyah, diapun menjual salah satu biri biri itu pada sang musafir. Ia mendapat uang yang banyak, setara dengan upahnya bekerja sebulan lamanya. Namun sepanjang hari itu penggembala merasa ketakutan.

Sore harinya ia pulang membawa sisa biri-biri untuk dikembalikan pada pemiliknya. Dengan perasaan tak menentu ia mengatakan pada pemilik biri-biri bahwa salah satu biri-biri itu dimakan binatang buas. Pemilik biri-biri tak marah, dan memberi upah seperti biasa. Namun betapa takutnya hati sang penggembala menerima uang upahnya hari ini. Dia pulang ke rumah dengan perasaan tak tenang dan rasa takut yang begitu menyiksa.

Di tengah jalan dia berhenti. "Apa yang aku dapat dengan berkhianat? Aku memiliki uang yang banyak hari ini, tapi aku tak tenang aku tak bahagia" ujarnya dalam hati. Akhirnya dengan tekad yang kuat dan kesiapan menerima segala resiko, sang penggembala kembali ke rumah tuannya. Ia ceritakan semua kisahnya hari ini dengan gamblang. Dengan tertunduk penuh penyesalan ia meminta maaf dan menyerahkan uang penjualan biri-biri itu pada tuannya.


Melihat kejujuran si penggembala, pemilik biri-biri merasa senang dan memaafkan semua kesalahannya. Pemilik biri-biri juga menghadiahkan sejumlah uang kepada penggembala tersebut. Sang penggembala menangis terharu, hatinya begitu tenang dan bahagia. Kini ia menyadari sepenuhnya, bahwa berkhianat tak akan pernah mendatangkan ketenangan batin, dan hal itu membuatnya sulit bahagia.

No comments:

Post a Comment