Alkisah di sebuah desa ada seorang penggembala biri-biri. Ia tidak
menggembala biri-biri miliknya. Dia hanya mengambil upah dari tugasnya
menggembalakan biri-biri milik warga desa. Sebenarnya dia adalah penggembala
yang baik. Dia berangkat pagi hari dari rumahnya menuju rumah si pemilik biri
biri. Dari rumah tuannya itu sang gembala akan menggiring biri biri menuju
padang rumput di seberang bukit.
Sesampainya di padang rumput dia akan membiarkan biri biri makan dengan
lahap sambil terus mengawasi mereka. Setelah sore, penggembala itu mengumpulkan
semua biri-biri dan menghitungnya. Setelah semua lengkap lalu sang penggembala
akan menggiring semua biri-birinya sampai ke rumah pemiliknya. Sesampainya di
rumah tuannya barulah ia mendapat upah.
Hatinya merasa bahagia walau uang yang dia dapat tidaklah seberapa.
Begitulah sang penggembala menjalani hari-harinya. Namun pada suatu hari, sang
penggembala bertemu dengan beberapa orang musafir. Mereka menawar salah satu
biri-biri yg ia gembalakan dengan harga tinggi. Ia mengatakan pada mereka bahwa
biri-biri itu bukan miliknya, dia hanya mendapat upah saja dari pemilik biri-biri
yang sebenarnya. Jadi tak mungkin baginya menjual biri-biri yang bukan
miliknya.
Akan tetapi para musafir terus membujukknya. "Kau bisa mengatakan
pada tuanmu bahwa salah satu biri-biri ini dimakan binatang buas, uang yang kau
dapat bisa kau gunakan untuk keluargamu" bujuk sang musafir. Hati
penggembala mulai goyah, diapun menjual salah satu biri biri itu pada sang
musafir. Ia mendapat uang yang banyak, setara dengan upahnya bekerja sebulan
lamanya. Namun sepanjang hari itu penggembala merasa ketakutan.
Sore harinya ia pulang membawa sisa biri-biri untuk dikembalikan pada
pemiliknya. Dengan perasaan tak menentu ia mengatakan pada pemilik biri-biri
bahwa salah satu biri-biri itu dimakan binatang buas. Pemilik biri-biri tak
marah, dan memberi upah seperti biasa. Namun betapa takutnya hati sang
penggembala menerima uang upahnya hari ini. Dia pulang ke rumah dengan perasaan
tak tenang dan rasa takut yang begitu menyiksa.
Di tengah jalan dia berhenti. "Apa yang aku dapat dengan
berkhianat? Aku memiliki uang yang banyak hari ini, tapi aku tak tenang aku tak
bahagia" ujarnya dalam hati. Akhirnya dengan tekad yang kuat dan kesiapan
menerima segala resiko, sang penggembala kembali ke rumah tuannya. Ia ceritakan
semua kisahnya hari ini dengan gamblang. Dengan tertunduk penuh penyesalan ia
meminta maaf dan menyerahkan uang penjualan biri-biri itu pada tuannya.
Melihat kejujuran si penggembala, pemilik biri-biri merasa senang dan
memaafkan semua kesalahannya. Pemilik biri-biri juga menghadiahkan sejumlah
uang kepada penggembala tersebut. Sang penggembala menangis terharu, hatinya
begitu tenang dan bahagia. Kini ia menyadari sepenuhnya, bahwa berkhianat tak
akan pernah mendatangkan ketenangan batin, dan hal itu membuatnya sulit bahagia.